BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berfilsafat
atau dalam bahasa arab adalah falsafah yaitu berfikir secara radikal,
sistematis dan universal tentang segala sesuatu yang terjadi. Objek pemikiran
filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala yang ada merupakan bahan
pemikiran filsafat. Filsafat merupakan usaha berfikir manusia yang sistematis
sehingga membentuk ilmu pengetahuan. Filsafat adalah sebuah refleksi atas semua
yang ada yaitu seluruh realitas. Metafisika adalah pengetahuan yang mempersoalkan
hakikat terakhir dari eksistensi yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
Metafisika tidak hanya sekedar bentuk pengetahuan, melainkan sebuah bentuk
pengetahuan yang bersifat sistematis.
Dalam arti
tertentu metafisika merupakan sebuah ilmu yakni suatu pencarian dengan daya
intelek dengan daya sisematis atas data pengalaman yang ada. Masalah metafisika
adalah masalah yang paling dasar dan menjadi inti dari filsafat. Metafisika dan
filsafat pada umumnya ingin mengantar orang kepada kehidupan. Metafisika
sebagai ilmu yang mempunyai objeknya sendiri. Hal ini membedakannya dari
pendekatan rasional yang lain. Objek metafisika berbeda dari ilmu alam,
matematika, ilmu astronomi, dan ilmu kedokteran.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari metafisika?
2. Siapa saja pemikir filosof terhadap
metafisika?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang pengertian metafisika.
2. Menyebutkan pemikir filosof terhadap
metafisika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metafisika
Metafisika
menurut kamus besar bahasa Indonesia : n ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan hal-hal yang nonfisik, abstrak atau tidak kelihatan.[1] Metafisika
merupakan bagian dari aspek ontologi dalam filsafat. Metafisika berasal dari
bahasa Inggris metaphysics, latin metaphysica, dari Yunani meta ta physica, dari
kata meta (setelah, melebihi), dan physicos (menyangkut alam) atau physis
(alam). Metafisika merupakan bagian filsafat tentang hakikat yang ada sebalik
dengan fisika. Hakikat yang bersifat abstrak dan diluar jangkauan pengalaman
manusia.[2]
Tegasnya tentang realitas kehidupan
dialam ini, dengan mempertanyakan yang ada (being), alam ini wujud atau tidak?
Siapakah kita? Apakah peranan kita (manusia) dalam peranan ini? Metafisiska
secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan
yang tidak dapat diterangkan dengan kaedah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu
yang lain.
Secara
etimologi meta adalah tidak dapat dilihat oleh panca indera, sedangkan fisika
adalah fisik. Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat secara
fisik. Metafisika tidak dapat diuji secara empiris karena keberadaannya yang
abstrak.[3]
Secara
terminology meta (bahasa italia) berarti setelah atau dibelakang. Adapun
istilah lain metafisika berakar dari bahasa Yunani metaphysica. Dengan membuang
huruf ta physica ke fisika (physic) jadilah istilah metafisika yang berarti
sesuatu diluar hal-hal fisik. Istilah metafisika ditemukan oleh Andronic us
pada 70 SM ketika menghimpun karya-karya Aristoteles. Kata ini diarabkan
menjadi ma ba’da al-thabi’ah (sesuatu setelah fisika). Menurut penuturan para
sejarahwan filsafat, kata ini pertama kali digunakan sebagai judul buku
Aristoteles setelah bagian fisika dan membuat pembahasan umum tentang
eksistensi. Sebagai filosof muslim merasa lebih cocok menggunakan istilah ma
qabla al-thabiah (sesuat sebelum fisiska). Tampaknyan, bagian yang berbeda
adalah teologiutsulujiah. Dalam karya-karya filosof muslim, semua pembahasan
diatas digabungkan dalam bagian ketuhanan dalam arti umum. Sedangkan teologi
dikhususkan dengan nama ketuhanan dalam arti khusus. Maka, metafisiska dipakai
untuk menyebut kumpulan soal-soal teoritis intelektual filsafat dalam arti
umum.[4]
Metafisika
dalam sebuah ensiklopedia Britannic filsafat diartikan sebagai berikut :
(translate) metafisika adalah studi filosof yang objeknya untuk menentukan
arti, struktur dan prinsip-prinsip. Walaupun ini mengacu pada sesuatu yang
terlalu halus dan sangat teoritis dan meskipun mengalami banyak kritik. Maka
banyak pertanyaan metafisika yang paling mendasar dan paling komprehensif,
karena metafisika berkaitan dengan realitas secara keseluruhan.
B. Pemikiran Para Filosof Terhadap Metafisika.
Pada abad pertengahan istilah metafisika mempunyai
arti filosofis. Metafisika oleh para filosof skolastik diberi arti filosofis
dengan mengatakan bahwa metafisika ialah ilmu tentang yanag ada, karena muncul
sesudah dan melebihi yang fisika (post physicam supraphysicam). Istilah sesudah
tidak boleh temporal. Istilah sesudah yang dimaksudkan disini ialah bahwa objek
metafisika sendiri berada pada sesuatu yang abstrak.
1. Pemikiran Metafisika Menurut Filosof Barat.
a. Menurut Plato metafisika lebih cenderung pada manusia
karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Dimana sifat tubuh adalah material
sedangkan jiwa adalah immaterial.
b. Kosmologis (alam semesta) menurut Aristoteles,
kesatuan alam semesta ini ditentukan oleh gerak (motion), gerak merupakan
penyebab terjadinya perubahan (change) di alam semesta. Akhirnya akal manusia
tiba pada suatu titik yang ultimate, yaitu sumber penyebab dari semua gerak,
yaitu unmoved mover, penggerak yang tidak digerakkan.[5]
c. Dalil etis Immanuel Kant, dalam diri setiap
manusia ada dua kecenderungan yang bersifat niscaya, yaitu keinginan untuk
hidup bahagia dan berbuat baik. Kedua kecenderungan itu akan dapat terwujud
dalam kehidupan manusia apabila dijamin oleh kebebasan kehendak keabadian jiwa,
dan tuhan sebagai penjamin hukum moral.
d. Cristian wloff mengklasifikasikan metafisika
menjadi dua, yaitu generalis (ontologi) dan metafisika specialis (kosmologi,
psikologi, dan teologi). Dimana metafisika generalis adalah yang dapat diserap
oleh indrawi, sedangkan metafisika specialis adalah yang tidak dapat diserap
oleh indrawi.[6]
2. Pemikira Metafisika menurut Filosof Islam.
a. Tentang filsafat Al-kindi memandang bahwa
filsafat haruslah diterima sebagai bagian dari peradaban islam. Ia berupaya
menunjukkan bahwa filsafat dan agama merupakan dua barang yang bisa serasi, ia
menegaskan pentingnya kedudukan filsafat dengan menyatakan bahwa aktifitas
filsafat yang defininya adalah mengetahui hakikat sesuatu sejauh batas
kemampuan manusia dan tugas filosof adalah mendapatkan kebenaran.
Tentang metafisika alam Al-kindi mengatakan
bahwa alam ini adalah illat, alam itu tidak mempunyai asal, kemudian menjadi
ada karena diciptakan oleh tuhan. Al-kindi juga menegaskan mengenai hakikat
tuhan, tuhan adalah wujud yang hak (ada) yang bukan asalnya tidak ada menjadi
ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi tuhan adalah wujud yang sempurna yang
tidak didahului oleh wujud yang lain.[7]
b. Bagi Al-farabi filsafat mencakup matematika,
dan matematika bercabang pada ilmu-ilmu lain, sebagaimana ilmu itu berlanjut
pada metafisika. Menurut Al-farabi bagian metafisika ini secara lengkap
dipaparkan oleh Aritoteles dalam metaphysic yang sering juga diacu dalam
sumber-sumber arab sebagai book of letter, karya ini terdiri atas utama yaitu:
1) Menelaah beberapa kaidah pembuktiaan yang umum
dalam logika, matematika dan fisika atas epistemologi.
2) Menelaah apa dan bagaimana subtansi-subtansi
mujarad (immaterial) yang berjenjang ini menanjak dari yang terendah sampai ke
yang tinggi dan berpuncak pada wujud yang sempurna. Dan tak ada yang lebih
sempurna dari apa yang telah ada.[8]
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa suatu sebab, kalau ada sebab
baginya, maka adanya tuhan tidak sempurna lagi. Berarti adanya tuhan bergantung
pada suatu sebab, karena itu ia adalah suatu subtansi yang azali, yang ada dari
semula dan selalu ada, subtansi itu sendiri telah cukup jadi sebab bagi keabadian
wujudnya. Al-farabi dalam metafisikanya tenteng ketuhanan hendak menunjukkan
keesaan tuhan, juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat dan zat
(subtansi) tuhan, sifat tuhan tidak berbeda dari zatnya, karena tuhan adalah
tunggal.
Tentang penciptaan alam (kosmologi) Al-farabi cenderung memahami bahwa alam
tercipta melalui proses emanasi sejak zaman azali, sehingga tergambar bahwa
penciptaan alam oleh tuhan, dari tidak ada menjadi ada. Menurut Al-farabi,
hanya tuhan saja yang ada dengan sendirinya tanpa sebab dari luar dirinya. Karena
ia disebut wajib al-wujudu zatih.[9]
c. Persoalan metafisika yang dibahas oleh
Ar-razi, seperti halnya yang ada pada filsafat yunani kuno, yaitu tentang
adanya lima prinsip yang kekal yaitu : tuhan, jiwa universal, materi pertama,
ruang absolut, dan zaman absolut.[10]
Secara prinsip tentang metafisika dikatakan
bahwa tuhan menciptakan manusia dengan subtansi ketuhanannya kemudian akal,
akal berfungsi menyadarkan manusia bahwa dunia yang dihadapi sekarang ini
bukanlah dunia yang sebenarnya, dunia yang sebenarnya itu dapat dicapai dengan
berfilsafat. Dalam karya tulis Ar-razi At-tibb Al-ruhani (kedokteran jiwa)
tampak jelas bahwa ia sangat tinggi menghargai akal, dikatakannya bahwa akal
adalah karya terbesar dari tuhan bagi manusia.
Metafisika didalam objek filsafat adalah
cabang filsafat yang harus diteliti keberadaannya. Metafisika berkaitan dengan
objek formal filsafat yaitu menelaah secara keseluruhan sehingga dapat mencapai
hakikat dari objek materialnya. Adapun objek formalnya membahas objek material
itu sampai kehakikat atau esensi yang dihadapinya.
Objek metafisika itu sendiri menurut Prof. B. Delfgauw
adalah objek tidak dapat ditangkap dengan panca indera. Menurut Hoffamnn objek
metafisika adalah pikiran, gerak waktu, akibat, tujuan, cara, hukum, moral, dan
lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
A. Pengertian Metafisika
Metafisika
merupakan bagian dari aspek ontologi dalam filsafat. Metafisika berasal dari
bahasa Inggris metaphysics, latin metaphysica, dari Yunani meta ta physica,
dari kata meta (setelah, melebihi), dan physicos (menyangkut alam) atau physis
(alam). Metafisika merupakan bagian filsafat tentang hakikat yang ada sebalik
dengan fisika. Hakikat yang bersifat abstrak dan diluar jangkauan pengalaman manusia.
Tegasnya tentang realitas kehidupan
dialam ini, dengan mempertanyakan yang ada (being), secara etimologi meta
adalah tidak dapat dilihat oleh panca indera, sedangkan fisika adalah fisik.
Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat secara fisik dan tidak
dapat diuji secara empiris.
B. Pemikir Filosof Terhadap Metafisika
Pemikiran metafisika dibagi dalam pemikiran
filosof barat dan islam. Menurut pemikir filosof barat metafisika adalah suatu
eksistensi yang cendrung terhadap duniawi (manusia) kecenderungan yang bersifat
niscaya, yaitu keinginan untuk hidup bahagia atau seperti suatu perasaan
senang, sedih, marah, benci, cinta, dan berbuat baik. Sedangkan metafisika
islam cenderung kepada wujud yang abstrak dan pasti bersifat mutlak yaitu tuhan
(ALLAH SWT).
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Abdul Aziz, Pemikiran Filsafat
Dalam Islam, Jakarta : Djambatan, 2003.
Gazalba, Sidi, Sistemstika Filsafat,
Jakarta : PT. Bulan Bintang, Cetakan ketiga : 1981.
Hanafi, Achmad, Pengantar Filsafat Islam,
Jakarta : PT. Bulan Bintang, Cetakan kelima : 1991.
Muslih, Muhammad, Pengantar Ilmu Filsafat,
Ponorogo : Darussalam University Press, 2008.
Retnoningsih, Ana dan Suharso, 2005,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, CV. WIDYA KARYA.
Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat,
Jakarta : PT. Bumi Aksara, Cetakan keempat, 2000.
Siswanto, Joko, Sistem-Sistem Metafisika
Barat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Press, 1998.
Subhi, Achmad Mahmud, Filsafat Etika,
Jakarta : PT. Seranbi Ilmu Semesta, Cetakan Pertama, 2001.
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya
Di Indonesia, Jakarta : PT. Bumi Aksara, Cetakan ketiga, 2008.
Yazdi, Muhammad Misbah, Buku Daras Filsafat
Islam, Bandung : MIZAN IKAPI, Cetakan Pertama, 2003.
[1] Ana Retnoningsih dan Suharso,
2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang, CV WIDYA KARYA, hlm 320.
[2] Muhammad Muslih, Pengantar
Ilmu Filsafat, Ponorogo : Darussalam University Press, cetakan pertama :
2008, hal 32.
[3] Achmad Mahmud Subhi, Filsafat Etika, Jakarta : PT. Serambi Ilmu
Semesta, Cetakan Pertama: 2001, hlm 43.
[4] Muhammad Misbah Yazdi, Buku
Daras Filsafat Islam, Bandung : MIZAN IKAPI, Cetakan Pertama : 2003, hlm
32.
[6] Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar, Jakarta : PT. Bumi Aksara, Cetakan ketiga : 2008, hlm 118.
[7] Achmad Hanafi, Pengantar
Filsafat Islam, Jakarta : PT. Bulan Bintang, Cetakan kelima : 1991, hlm 77.
Komentar
Posting Komentar